Penerapan Hukum Pidana Islam di Indonesia, Mungkinkah?

0
367

Indonesia merupakan negara bangsa yang sumber hukumnya didasarkan kepada Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Pancasila sebagai Grondslag sekaligus sebagai weltanschauung. Menjadikan Pancasila sebagai philosophische grondslag menunjukan bahwa Indonesia tidak mendasarkan diri pada salah satu agama tertentu. Philosophische grondslag berarti norma dasar, suatu istilah yang berasal dari bahasa Belanda, dengan dua asal kata yaitu:

Lag yang berarti norma dan Gronds atau Grands yang bermakna dasar. Pancasila di dalam sidang BPUPK oleh Bung Karno didefinisikan sebagai fundamen, filosofi, jiwa, hasrat, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di bangun Indonesia merdeka yang kekal dan abadi diatasnya. Pancasila disebut pula sebagai Weltanschauung yang memiliki arti sebagai pandangan mendasar. Weltanschauung berakar dari bahasa Jerman dengan asal kata Anschauung dan Welt.

Jadi pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 merupakan pedoman dalam mengatur kehidupan penyelenggaraan bangsa dan negara Indonesia.

Dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai pandangan dasar sekaligus norma dasar, maka Indonesia bukan negara Teokrasi atau suatu negara agama tertentu saja dan bukan pula negara sekuler yang tidak mengakui eksistensi Tuhan YME. Dan Indonesia juga bukan negara yang memisahkan kehidupan keagamaan dengan urusan kenegaraan.

Oleh sebab itu, ada banyak produk hukum di Indonesia yang bersumber dari hukum-hukum agama, terutama hukum Islam, seperti keberadaan dan eksistensi dari Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-undang mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji, termasuk berbagai produk legislasi yang senafas dengan ajaran agama Islam. Artinya, kehadiran dan penerapan dari UU dengan nafas ajaran Islam menunjukan bahwa pemerintah Indonesia turut berperan aktif dalam pengelolaan kehidupan peribadatan umat, khususnya umat Islam.

Jadi masalah agama di Indonesia tidak selalu menjadi ranah privat tetapi ada kalanya menjadi urusan publik dimana pemerintah turut andil dalam regeluasi guna menjamin tata pelaksanaannya. Keberadaan Kementerian Agama dan Pengadilan Agama merupakan wajud nyata bahwa Indonesia berkehendak untuk menjamin keharmonisan kehidupan keagamaan di tanah air.

Sejalan dengan kenyataan bahwa Indonesia bukan negara teokrasi, maka keberadaan Undang-undang yang bernafaskan Islam dalam praktek pelaksanaannya tidak mutlak, tidak sama dengan pelaksanaan hukum Islam sebagaimana hukum Islam pernah diterapkan di bawah daulah islam. Jadi praktek penerapan berbagai hukum yang bernafaskan Islam tidak mutlak seperti yang diterapkan pada masa awal Islam berkembang di dunia, khulafa rasyidin, diantaranya adalah penerapan praktek hukum pidana Islam yang dikenal dengan sebutan Jinayat dalam literatur Islam.

Bahkan bisa disaksikan bersama bahwa Jinayat kurang mendapat perhatian dari kalangan intelektual hukum Islam dan ahli hukum nasional. Ada pandangan yang menilai bahwa kurangnya minat masyarakat untuk melakukan studi dan terobosan hukum dalam hal praktek penerapan Jinayat, terutama di Indonesia, karena Jinayat di dunia Islam kurang mendapat perhatian, kecuali di beberapa negara saja, seperti Arab Saudi dan sejumlah negara Islam. Sehingga praktek penerapan hukum Islam pun tergantikan oleh hukum pidana yang berasal dari hukum pidana yang ada di negara – negara barat.

Di samping itu, praktek penerapan hukum Islam di Indonesia cenderung berbenturan dengan sumber-sumber hukum yang lain. Ada asumsi bahwa hukum islam mengalami disharmonisasi dengan hukum nasional dalam beberapa kasus hukum. Walaupun ada anggapan demikian bukan berarti hukum Islam mengalami ketertinggalan zaman atau anti modernisasi, namun lebih kepada kurangnya pemahaman atas substansi dan hukum-hukum islam sebagai hukum yang dinamis (living law) dalam beberapa aspek.  Disamping itu, ada kekhawatiran dan kecemasan sejumlah kalangan apabila penerapan Jinayat atau hukum pidana islam diterapkan maka akan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) sebagai nilai – nilai universal.

Permusyarawaratan dan perdamaian merupakan solusi manusiawi di dalam menyelesaiakan masalah pidana dalam praktek pelaksanaan Jinayat sebagai bentuk Hukum Pidana Islam. Sebab, anggota keluarga yang keluarganya dibunuh, atau pemilik harta yang hartanya dicuri bisa melakukan perdamaian secara musyawarah dengan pelaku tindak pidana tersebut, sehingga bisa saling mengikhlaskan untuk mencari ridho Allah SWT yang pada akhirnya sepakat untuk tidak melanjutkannya ke pengadilan. Dan hal itu dibenarkan dalam penerapan hukum islam, sebab dalam hukum pidana Islam ada beberapa perkara pidana yang dapat diselesaikan secara perdata.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments