Menkopolhukam Prof Dr Mahfud MD mengatakan tidak ada semangat anti Islam atau Islamophobia di Indonesia. Di dalam kabinet pemerintahan sekarang hampir semua adalah orang Islam.
Hal itu dikatakannya dalam keterangan tertulis usai acara Forum Ekonomi Politik DJR bertema “Politik Kebangsaan dan Pembangunan Daerah”, baru-baru ini.
“Kalau mau jujur, tidak ada semangat anti Islam atau Islamophobia di Indonesia, di dalam kabinet pemerintahan sekarang hampir semua adalah orang Islam. Di eksekutif, legislatif, yudikatif, banyak pejabatnya dari kalangan muslim dan ormas muslim. Ketua MA dan ketua lembaga-lembaga tinggi negara hampir semuanya muslim, berasal dari ormas mahasiswa HMI, PMII, dan lain-lain,” katanya.
Bahkan kebijakan-kebijakan yang diusulkan kaum muslim seperti UU Pesantren dan Hari Santri semua dikabulkan, meski ada yang bertanya buat apa ditentukan Hari Santri Nasional. Ada juga Dana Abadi Pesantren untuk pesantren-pesantren di Indonesia.
“Jadi, tidak ada itu politik anti Islam di Indonesia. Penerapan hukum Islam di bidang keperdataan juga dilakukan. Ada juga Lazis, Bazis, Bank Islam, semuanya untuk mengakomodasi kepentingan muslim,” ungkapnya.
Indonesia memang bukan negara Islam tetapi negara Islami, yang lebih ke kata sifat. Ini pada penerapan budaya Islami.
“Kalau dipertanyakan seolah ada kriminalisasi ulama, siapa yang dikriminalisasi? Orang yang ditahan di Indonesia ada 267 ribu orang, hampir tidak ada yang ulama, selain orang yang terlibat kriminal betulan. Kriminalisasi artinya orang yang tidak melakukan kejahatan tapi dipenjarakan. Hal itu amat jarang, kecuali terhadap para pelaku ujaran kebencian, provokasi, itu memang ditangkap. Di lain pihak, mereka yang dianggap menistakan Islam juga ditangkap, seperti pada M Kece dan lain-lain,” katanya.
Persoalan Madura
Ia juga menyoroti salah satu persoalan di daerah seperti Madura adalah kurangnya infrastruktur pendidikan. Padahal, jika pendidikan suatu daerah tidak diperhatikan dan tidak kunjung maju, maka SDM daerah tersebut juga akan sulit berkembang.
Karenanya, saat ini telah dibantu didorong, di antaranya dengan “menegerikan” Universitas Trunojoyo dan Universitas Bangkalan. Mahasiswa di Universitas Bangkalan dan sekarang menjadi Universitas Trunojoyo sudah belasan ribu orang. Ini salah satu upaya anak daerah yang berperan untuk memajukan Madura, di mana kampus ini setara dengan kampus-kampus daerah lainnya.
Ketika M Nuh jadi Menteri Pendidikan Nasional, telah ditetapkan Pamekasan menjadi kabupaten pelajar/pendidikan di Madura. Madura lebih cocok diperbanyak sekolah dan kampus dengan budaya santri, karena hal itu penting untuk masa depan Indonesia.
Untuk investasi unggulan di Madura pada 2022 telah dicanangkan akan dibangun pelabuhan internasional, yang diperkirakan terbesar di Jawa Timur. Hal itu untuk membantu mendorong produksi dan ekspor garam Madura yang terkenal.
“Telah dicapai kesepakatan dengan TNI AL dan Menteri BUMN, untuk dibangun pelabuhan besar yang sekaligus juga pangkalan TNI AL di Kalianget, Madura. Pembangunan jalan tol di Madura masih terus didiskusikan, tetapi usulan jalan tol ke arah pelabuhan ekspor mutlak dibangun,” paparnya.
Daya Rusak Buzzer
Ia mengatakan, yang dianggap sekarang sebagai hama demokrasi adalah ‘buzzer Rp’ dan dianggap punya daya rusak luar biasa. Ini sebetulnya hanya konsekuensi dari demokrasi, di mana sekarang orang bebas berbicara apa saja. Ada orang yang bersepaham lalu berkumpul-kumpul untuk melakukan sesuatu.
“Sebetulnya agak sulit untuk mendefinisikan buzzer itu apa dan yang mana, apalagi jika dituduh istana mendanai ‘buzzer Rp‘ dan lain-lain. Bisa dilihat, di medsos itu yang menyerang pemerintah setiap hari ada ribuan,” tandasnya.
UU ITE, lanjut dia, akan diperbaiki lagi. Tidak boleh orang sembarangan ditangkap, tapi didamaikan kalau bisa. Presiden juga akan mengampuni dosen di Banda Aceh Syaiful Mahdi dalam amnesti secepatnya.
“Ke depan, mereka yang berpendapat tidak bisa lagi ditangkap begitu saja. Harus diklarifikasi dan didamaikan dulu,” imbuhnya.
Demokrasi Mundur?
Jika disebut seolah ada gap antara pandangan dan kebijakan Menkopolhukam begitu pula Jokowi, berbeda dalam praktik di lapangan, khususnya dalam kasus Syahganda dan Jumhur Hidayat, maka itu bukan kriminalisasi, tetapi proses pengadilan. Pengadilan terbuka dan nanti pengadilan yang memutuskan.
Anggapan indeks demokrasi di Indonesia turun, juga tidak sepenuhnya benar. “Jika dilihat dari sudut penyelenggaraan pemilu yang bebas dan hasilnya kemudian jika ada gugatan dan kemudian MK telah memutus, maka itu dianggap telah selesai. Ini dianggap Indonesia cukup baik dalam pelaksanaan demokrasi,” paparnya.
Kita menghindari iklim dan budaya demokrasi mundur, seperti ada orang berpendapat tapi justru kemudian ketakutan. Ini dialami Kwik Gian Gie, yang kemudian diserbu oleh pihak-pihat tertentu. Pemerintah bukan represif, tapi justru masyarakat yang kadang bereaksi berlebihan.
Indeks demokrasi turun, lanjut dia, adalah efek dari pandemi Covid-19. Penanganan wabah membutuhkan tindakan disiplin dan keras, seperti pembubaran orang berkerumun dan lain-lain. Di seluruh dunia pada masa pandemi ini, indeks demokrasi memang menurun. Pandemi memang menimbulkan kebijakan publik yang membatasi pergerakan orang.
Status Hukum HRS
Status hukum Habib Rizieq Shihab adalah terpidana yang dibuktikan di pengadilan. Jika dipandang tidak adil, itu wewenang hakim, Menkopolhukam tidak bisa mengintervensi.
“Ketika saya menjadi Menkopolhukam, HRS dipersilakan pulang ke Indonesia. Kami ajak pulang, tetapi HRS waktu itu mengirim video dan menyebutkan tidak mau dipulangkan oleh pemerintahan yang dzalim,” imbuhnya.
Ketika HRS sampai di Indonesia, kata Mahfud, pihaknya sudah mengajak untuk bicara dan sama-sama mengatur negara ini melalui para pengacaranya. Tetapi tidak mau, dan menginginkan dibebaskan dulu para terpidana teroris yang ditahan.
“Kemudian tiba pada peristiwa Petamburan di mana HRS bernarasi yang menimbulkan kesan negatif, sampai TNI bergerak sebagai treatment terhadapnya. Jadi, hal status hukum itu hanya soal pandangan-pandangan, bisa subyektif tergantung siapa yang memandang. Bagi kami biarlah pengadilan yang memutuskan. Kami bukan hakim makanya diam saja, beda kalau saya sebagai hakim MK. Di Pengadilan yang memberi bukti adalah polisi dan jaksa,” paparnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Terkait KPK, lanjut dia, bunyi undang-undang saat ini semua pegawai KPK harus menjadi ASN. Tidak boleh ada lembaga negara tapi pegawainya bukan ASN.
Di KPK, para pegawai dialihstatuskan dari pegawai KPK menjadi pegawai negeri. Lalu KPK membuat Peraturan Komisioner KPK, di mana mereka yang beralih ke ASN harus ikut Test Wawasan Kebangsaan (TWK). Kemudian, ada keputusan 75 orang tidak lulus TWK, padahal mereka sudah lama jadi pegawai KPK.
Hasil sidang MK diputuskan bahwa Peraturan KPK benar secara hukum, tetapi praktik di lapangan soal berbeda. Begitu juga dengan keputusan MA.
“Karena kemudian tidak ada orang yang tidak boleh menjadi ASN, maka diputuskan boleh jadi ASN di pemerintahan saja. Seperti ASN di lembaga KPU, Komnas HAM, Bawaslu, sebagai lembaga independen. Lalu KPK adakan test lagi, lulus 17 orang. Sisanya tetap ditolak KPK. Jalan keluarnya, pemerintah memutuskan yang tidak lolos menjadi ASN di Kepolisian saja sesuai persetujuan Presiden, dengan pangkat dan golongan yang sama ketika di KPK. Itu sikap pemerintah terakhir,” katanya.
Kinerja KPK saat ini juga luar biasa. Ada 2 menteri yang ditangkap, belum lagi gubernur, bupati.
“Uang negara yang diselamatkan (KPK) Rp 582 triliun. Ketika saya menjadi Ketua MK, ada 12 kali bersidang dan membuat keputusan yang melindungi KPK. Kala itu menghadapi gugatan agar KPK dibubarkan, tetapi selalu kami tolak,” tandasnya.
Pada perubahan UU KPK, lanjut dia, itu adalah hak presiden bersama DPR yang membuat dan mengubah undang-undang. Presiden Jokowi pernah menerima 22 tokoh nasional yang meminta presiden mengeluarkan perppu agar kembali ke UU KPK yang lama. Tapi pihak DPR sendiri kemudian bersikap akan menolak perppu yang diterbitkan presiden. Jadi, hal itu hanya persoalan tarik-menarik kepentingan politik.
Kisruh Partai Demokrat
Untuk kisruh Partai Demokrat, secara hukum, gugatan Yusril Ihza Mahendra tidak ada gunanya. Meskipun dia menang, hal itu tidak akan bisa menjatuhkan kepengurusan Partai Demokrat yang sekarang di bawah AHY.
“Apa sebabnya, keputusan itu nanti hanya berlaku ke depan. Paling maksimal hanya usulan untuk memperbaiki AD ART Partai, tetapi tidak mengubah susuan pengurus partai yang sekarang,” katanya.
Yang digugat Yusril seharusnya SK menterinya, dibawa ke PTUN, bukan AD ART yang di-judicial review. Yusril seharusnya menyalahkan SK menteri yang mengesahkan, memperbaiki SK menteri, dan bukan AD ART Partai.
“Apakah pemerintah bermain? Kalau mau bermain justru ketika di Medan dulu. Ketika dulu Moeldoko mengadakan Muktamar Partai Demokrat di Medan, kami lalu menghadap presiden, diskusikan bagaimana hukumnya muktamar tersebut. Kajian secara hukum, tidak boleh ada muktamar di luar muktamar yang diadakan oleh kepengurusan yang sah. Maka, presiden menyuruh tegakkan hukum. Karena itulah, muktamar versi Moeldoko tidak bisa disahkan,” paparnya.